Kebijakan
pembangunan kota-kota di Jawa jaman dulu di dalam penataan pusat pemerintahan
juga tidak lepas dari penanaman prohon beringin. Sekarang dapat dilihat di
pusat kota berupa landscape alun-alun lengkap
dengan pohon beringinnya, kemudian di sekitarnya adalah pusat pemerintahan dan
kantor kepala daerah, masjid besar, dan unit kota lainnya. Di alun-alun, pohon beringin
ditanam pada bagian sudut dan beberapa titik lokasi lainnya. Saat ini pohon
yang sudha tumbuh besar dan berumur puluhan tahun menjadi pemandangan yang khas
karena penampakannya yang besar dan kokoh. Meskipun lebih memiliki fungsi
estetika, tetapi sebenarnya fungsi kelestarian dari pohon beringin itu tetap
ada, antara lain memberi kesejukan di sekitarnya, menyerap karbondioksida dan
mengubahnya menjadi oksigen dan tentu saja menjaga air tanah di sekitar
permukaan pohon.
Dari hasil hipotesis
menunjukkan adanya gejala bahwa akar tunjang dari pohon beringin yang termasuk
dalam marga tanaman ficus itu mampu menyedot air dalam ke atas sehingga bisa
memunculkan sumber air yang dangkal.
Ini belum merupakan
hasil penelitian, tapi gejalanya seperti itu, yakni setiap ada pohon marga
ficus, di situ hampir dipastikan ada mata air. Cuma yang memiliki seperti itu
adalah yang ditanam dengan biji, karena yang distek tidak memiliki akar
tunjang.
Terbukti di Dusun Ngendut, Desa Bektiharjo, Kecamatan Semanding, Kabupaten
Tuban, Jawa Timur, jika musim kemarau setelah tandon air hujan puluhan kepala
keluarga kering tak terisi, mereka mulai mencari air dari akar pohon beringin
di dusun setempat.
Upaya ini sudah mereka lakukan sejak enam tahun terakhir, di saat musim kemarau menimpa dusun lereng bukit kapur Tuban tersebut. Aktivitas tahunan ini terjadi, setelah sumur pompa manual di samping sumber di bawah pohon beringin rusak. Mereka tak mampu memperbaiki pompa, akibat keterbatasan ekonomi.
Aktivitas warga mendatangi sumber air di sela-sela dua pohon beringin yang berusia ratusan tahun mulai pagi hingga sore. Warga secara bergantian menimba air dengan tali tampar sepanjang 2,5 meter, sesuai dengan titik terdalam sumber air tersebut.
Beruntung bagi warga Ngendut, sumber air yang debitnya minim itu mengalir sepanjang musim. Apalagi lokasinya berada di antara perkampungan penduduk dusun. Sehingga mereka tidak pelu lagi bersusah payah berjalan jauh dari permukiman. Sumber ini menjadi andalan untuk keperluan air bersih, minum hewan ternak dan kebutuhan sehari-hari lainnya.
Sebenarnya, Desa Bektiharjo memiliki sumber air besar. Yakni sumber air Bektiharjo. Sayangnya lokasi Dusun Ngendut yang berada di atas bukit sejarak 6 Km dari sumber air Bektiharjo, sulit dijangkau warga dusun. Di samping jalan setapak terjal, warga harus naik turun bukit jika akan ke Bektiharjo.
Menurut warga setempat, sudah enam tahun terakhir mereka menimba air dari sumber akar pohon beringin itu. Pompa air yang sudah dipasang warga delapan tahun lalu rusak dan hingga kini tak bisa dipakai. Upaya perbaikan sudah dilakukan namun tak berhasil. Hingga kini pompa manual itu dibiarkan hingga berkarat di samping sumber.
Sumber air itu sendiri, tak bisa ditimba bersamaan. Warga harus antre bergiliran satu per satu mengambilnya. Jika airnya sudah menyusut, mereka harus menunggu dengan sabar sampai air di sumber penuh kembali.
Dua pohon berumur ratusan tahun itu sendiri, sampai kini masih kokoh berdiri. Warga tetap menjaga, agar pohon tersebut tidak dirusak orang. Apalagi dua pohon yang di akarnya mengeluarkan air tersebut, merupakan satu-satunya sumber air di dusun tersebut.
Begitu juga dengan temua tim ekspedisi Bengawan Solo yang diadakan Kompas tahun 2007 menemukan pohon beringin besar disekitar mata air desa Tenggar, desa Jeblogan, Wonogiri Jawa Tengah. Begitu juga tim menemukan pohon beringin berusia puluhan tahun di mata air dusun Ngrampih yang menjadi hulu Kali Gedong yang memasok air ke Bengawan Solo.
Karena itulah upaya menjaga dan melestarikan daerah hulu Bengawan Solo ini telah dilakukan warga setempat sejak bertahun-tahun yang lalu, dengan menanam pohon yang berusia panjang, berdiameter besar, dan bisa menyimpan air, seperti pohon beringin dan bulu.
Penyakralan mata air merupakan salah satu cara melestarikan arti penting sumber air bagi kehidupan dengan pendekatan kearifan lokal sesuai dengan keyakinan masyarakat bersangkutan. Esensinya adalah betapa penting melestarikan sumber air, baik bagi pemenuhan kebutuhan air bersih bagi rumah tangga atau pasokan bagi Bengawan Solo yang menjadi hajat hidup masyarakat luas di 11 kabupaten dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur.
Banyak konflik di dunia ini disebabkan atau dipicu oleh kelangkaan air. Konflik-konflik yang terjadi diberbagai belahan negara, misalnya di chad sampai Darfur, Sudan, Gurun Oaden, dan Ethiopian, Sumeria dan perompaknya, serta Yaman, Irak, Pakistan, Afganistan, semuanya terletak di busur besar kawasan yang gersang. Dimana tempat-tempat seperti itu yang menyebabkan gagal panen, matinya ternak, kemiskinan ekstrim, dan keputus asaan.
Masalah air ini sangat kursial, dan tidak
akan bisa hilang begitu saja. Sebaliknya ia akan memburuk kecuali, kita sebagai
masyarakat, memberi respon positif. Serangkaian studi yang dilakukan baru-baru
ini menunjukkan betapa rapuhnya keseimbangan air dibanyak belahan dunia yang
mengakibatkan kemiskinan ekstrim.
1. Melestarikan Mata Air dengan Pohon Beringin, Oleh Metro TV News 16 Apr 2011
2. Krisis Air, Warga Tuban Andalkan Mata Air Pohon Beringin, detik Surabaya 27 Feb 2009
3. LIPI Kembangkan 20 Ribu Beringin untuk Selamatkan Sumber Air, ANTARA News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar