Jumat, 14 Juni 2013

Menabung Air di Rumah



Sudah 15 tahun keluarga Ir. Fatchy Muhammad tak lagi berlangganan air dari perusahaan air minum (PAM). Padahal setiap hari keuarganya butuh 200 liter air untuk kebutuhan sehari-hari. Fatchy juga perlu 72.000 liter air per bulan untuk mengisi kolam renang ukuran 6m x 4m x 1.5m di samping rumah. Fatchy hanya mengandalkan air tanah untuk memenuhi semua kebutuhan air.

Kediaman Fatchy bukan di daerah berlimpah air. Ia tinggal di ibukota Jakarta yang kerap kekurangan air di saat kemarau. "Hampir semua kolam renang di ibukota dipasok air PAM," tutur Fatchy. Yang mengerikan, Jakarta yang menjadi kawasan terpadat di Asia Tenggara ketersediaan airnya kerap tersendat. Tak jarang warga harus membeli air seharga Rp. 60.000 per m3 dari pedagang air keliling yang mengambil air dari daerah lain.

Fatchy tak pernah kurang air karena membuat sumur resapan. Sebuah sumur resapan ukuran 1m x 1m x 2m ia buat di halaman belakang rumah pada tahun 1995. Sumur itu meresapkan air hujan yang jatuh dari langit ke dalam tanah. "Selama ini kita hanya mengambil air tanah tanpa mengisinya kembali. Nah, resapan air hujan itu akan mengisi kembali air tanah yang diambil", ujar alumnus teknik geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.

Sumur disembunyikan di balik hamparan batu kecil yang ditata mengelilingi taman. Batu ditata lebih rendah ketimbang permukaan tanah taman. Ketika turun hujan, air mengalir melewati hamparan batu, lalu masuk ke sumur resapan", kata Fatchy.






Menabung hujan
 
Saringan lain berupa ijuk yang dipasang pada 5 lubang berdiameter 5 cm di tutup sumur. "Saringan itu untuk mencegah pengendapan tanah sehingga sumur lebih awet", kata Fatchy. Pantas selama 15 tahun sumur itu belum pernah dikeruk. empat tahun lalu Fatchy menambah 3 sumur respan. Maklum, kebutuhan airnya bertambah karena ia membuat kolam renang di samping rumah. ketiga sumur itu dibangun di sekeliling kolam. Sumur ditutup beton dan hanya diberi 1 lubang masuk. Ia juga membuat 1 sumur resapan di taman depan rumah. Di permukaan sumur diletakkkan gentong pot tanah liat untuk menyamarkan sumur dan menjadi salah satu elemen taman.
 

Berkat kehadiran sumur resapan, Fatchy tak pernah kekurangan air saat kemarau. Ketinggian air tanahnya hanya 7m. Warga lain di sekitar rumah mesti menggali hingga lebih dari 30m untuk mendapatkan air tanah. Menurut Dr Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Bidang Teknologi Mitigasi Bencana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), peran sumur respan sangat penting untuk daerah yang kekurangan air seperti Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

Berdasarkan data Kementrian Lingkungan Hidup, ketiga pulau itu rawan kekeringan karena jumlah air yang tersedia saat kemarau lebih sedikit ketimbang kebutuhan air penduduk. Jumlah air yang tersedia saat kemarau lebih sedikit ketimbang kebutuhan air penduduk. Jumlah air saat kemarau di Pulau Jawa dan Bali hanya 25,3-miliar m3. Sedangkan kebutuhan air mencapai 38,4-miliar.

Menurut Fatchy, ketiga pulau itu semestinya tak kekurangan air  bila memanfaatkan air hujan sebaik-baiknya. Hitung-hitungan Fatchy, dengan asumsi curah hujan Jakarta rata-rata 2.250 mm per tahun, maka jumlah air hujan mencapai 1,488375-miliar m3/tahun, maka air hujan mencapai itu cukup untuk memmenuhi kebutuhan 20-juta penduduk atau 2 kali jumlah penduduk Jakarta jika dikelola dengan baik.

Selama ini sungai diperlebar agar air hujan segera mengalir ke laut. Artinya, setiap tahun kita selalu membuang-buang air hujan", kata Fatchy yang juga ketua Masyarakat Air Indonesia (MAI). Padahal, jika diresapkan ke dalam tanah, akan menaikkan muka air tanah sehingga saat kemarau tidak menurun drastis dan bisa dimanfaatkan.


Cegah Banjir
   
Sumur resapan juga melindungi rumah Fatchy dari genangan air saat musim hujan. Padahal curah hujan di kediaman Fatchy di Jakarta Selatan mencapai 2.000-3000 mm/tahun. Jumlah itu lebih tinggi ketimbang Jakarta bagian utara yang hanya 1.500-2.000 mm/tahun. "Bagian hujan berhenti, genangan air langsung hilang," katanya.
   
Curah hujan lebih di Jakarta Selatan menjadi ancaman bagi Jakarta Selatan menjadi ancaman bagi Jakarta bagian utara yang merupakan dataran rendah. Luas dataran rendah di Jakarta mencapai 24.000 ha atau 40% dari seluruh wilayah DKI Jakarta. Bahkan, beberapa daerah berada 1m di bawah muka air pasang maksimum.
   
Karena itu air hujan yang berlimpah di bagian selatan mesti "ditahan" agar tidak mengalir ke utara yang lebih rendah. Salah satunya dengan membuat sumur resapan sebanyak mungkin agar sungai tidak menanggung beban aliran air yang berlimpah saat hujan. Itu sebabnya Fatchy getol mengajak warga sekitar membangun sumur resapan. Ia membuat 3 sumur di bawah koridor jalan yang membagi ruas jalan utama di depan rumahnya. "jadi air hujan itu tidak saya alirkan ke got, tapi ke dalam sumur", kata pria yang berprofesi sebagai konsultan geologi tambang itu.
   
Fatchy juga membuat sumur resapan untuk setiap rumah dan beberapa titik di kawasan townhouse yang ia bangun di kawasan Ciputat, Jakarta Selatan. "Saya ingin menciptakan kawasan zero run off  alias tanpa genangan air hujan sama sekali", ujar pria yang baru menekuni dunia properti itu. Konsep itu ternyata berhasil. Sejak dibangun 4 tahun silam, kawasan itu tak pernah tergenang saat musim hujan.

Mahal

  


Sayang sedikit yang mengikuti jejak Fatchy. Tidak mempunyai lahan atau lahannya digunakan untuk bangunan menjadi alasan. Padahal, sumur bisa ditutup dan di atasnya digunakan untuk keperluan lain."Yang penting struktur dinding sumur dan tutupnya kuat untuk menahan bangunan di atasnya, "tambahnya. Tingginya biaya pembuatan menjadi alasan lain. Maklum, biaya membuat sumur berukuran 1m x 1m x 2m mencapai Rp. 1,5 juta - Rp. 2 juta. Itu tergolong mahal untuk golongan ekonomi menengah ke bawah.

   

Menurut Sutopo kendala itu bisa disiasati dengan mencari alternatif bahan yang murah. Contohnya dinding sumur menggunakan bambu yang dianyam membentuk tabung. Cara lain cukup menggali tanah, lalu lubang diisi dengan kerikil. Dr. Ir. Arie Herlambang MS, Kepala Bidang Teknologi Pengelolaan Air dan Limbah Cair BPPT, menyarankan membuat sumur resapan secara kolektif sehingga biaya lebih terjangkau.

   
Pada sumur kolektif ukuran sumur resapan disesuaikan dengan curah hujan, jenis tanah, dan luas kawasan. Jika pada kawasan itu curah hujan 1.000 mm/tahun, untuk lahan 100m2 perlu sumur berkapasitas 1m3. Jika luas sebuah pemukiman 1 ha, kapasitas sumur yang diperlukan adalah 100m3. Volume sumur juga sebaiknya disesuaikan dengan jenis tanah. Bila perpasir, maka air lebih mudah menyrap ke dalam tanah karena porous. Bila berlempung, air lebih sulit terserap sehingga perlu sumur lebih besar.
   
Beberapa pengembang kini mulai membuat danau buatan di lingkungan perumahan. Cara itu sangat baik karena berperan ganda. Selain berperan sebagai sumur resapan, juga menjadi sarana rekreasi. Cukup buat sumur resapan. Air datang, banjir pun hilang.
  

Sumber: Majalah Trubus 489 - Agustus 2010/XLI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar