Sudah
15 tahun keluarga Ir. Fatchy Muhammad tak lagi berlangganan air dari perusahaan
air minum (PAM). Padahal setiap hari keuarganya butuh 200 liter air untuk
kebutuhan sehari-hari. Fatchy juga perlu 72.000 liter air per bulan untuk
mengisi kolam renang ukuran 6m x 4m x 1.5m di samping rumah. Fatchy hanya
mengandalkan air tanah untuk memenuhi semua kebutuhan air.
Kediaman
Fatchy bukan di daerah berlimpah air. Ia tinggal di ibukota Jakarta
yang kerap kekurangan air di saat kemarau. "Hampir semua kolam renang di
ibukota dipasok air PAM," tutur Fatchy. Yang mengerikan, Jakarta yang
menjadi kawasan terpadat di Asia Tenggara ketersediaan airnya kerap tersendat.
Tak jarang warga harus membeli air seharga Rp. 60.000 per m3 dari
pedagang air keliling yang mengambil air dari daerah lain.
Fatchy tak pernah kurang air karena membuat sumur
resapan. Sebuah sumur resapan ukuran 1m x 1m x 2m ia buat di halaman belakang
rumah pada tahun 1995. Sumur itu meresapkan air hujan yang jatuh dari langit ke
dalam tanah. "Selama ini kita hanya mengambil air tanah tanpa mengisinya
kembali. Nah, resapan air hujan itu akan mengisi kembali air tanah yang diambil",
ujar alumnus teknik geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
Sumur disembunyikan di balik hamparan batu kecil yang
ditata mengelilingi taman. Batu ditata lebih rendah ketimbang permukaan tanah
taman. Ketika turun hujan, air mengalir melewati hamparan batu, lalu masuk ke
sumur resapan", kata Fatchy.
Menabung hujan
Saringan lain berupa ijuk yang dipasang pada 5
lubang berdiameter 5 cm di tutup sumur. "Saringan itu untuk mencegah
pengendapan tanah sehingga sumur lebih awet", kata Fatchy. Pantas selama
15 tahun sumur itu belum pernah dikeruk. empat tahun lalu Fatchy menambah 3
sumur respan. Maklum, kebutuhan airnya bertambah karena ia membuat kolam renang
di samping rumah. ketiga sumur itu dibangun di sekeliling kolam. Sumur ditutup
beton dan hanya diberi 1 lubang masuk. Ia juga membuat 1 sumur resapan di taman
depan rumah. Di permukaan sumur diletakkkan gentong pot tanah liat untuk
menyamarkan sumur dan menjadi salah satu elemen taman.
Berkat
kehadiran sumur resapan, Fatchy tak pernah kekurangan air saat kemarau.
Ketinggian air tanahnya hanya 7m. Warga lain di sekitar rumah mesti menggali
hingga lebih dari 30m untuk mendapatkan air tanah. Menurut Dr Sutopo Purwo
Nugroho, Kepala Bidang Teknologi Mitigasi Bencana Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT), peran sumur respan sangat penting untuk daerah yang
kekurangan air seperti Pulau Jawa, Bali, dan
Nusa Tenggara.
Berdasarkan
data Kementrian Lingkungan Hidup, ketiga pulau itu rawan kekeringan karena
jumlah air yang tersedia saat kemarau lebih sedikit ketimbang kebutuhan air
penduduk. Jumlah air yang tersedia saat kemarau lebih sedikit ketimbang
kebutuhan air penduduk. Jumlah air saat kemarau di Pulau Jawa
dan Bali hanya 25,3-miliar m3. Sedangkan kebutuhan air mencapai
38,4-miliar.
Menurut Fatchy, ketiga pulau itu semestinya tak
kekurangan air bila memanfaatkan air hujan sebaik-baiknya.
Hitung-hitungan Fatchy, dengan asumsi curah hujan Jakarta rata-rata 2.250 mm
per tahun, maka jumlah air hujan mencapai 1,488375-miliar m3/tahun,
maka air hujan mencapai itu cukup untuk memmenuhi kebutuhan 20-juta penduduk
atau 2 kali jumlah penduduk Jakarta jika dikelola dengan baik.
Cegah
Banjir
Sumur
resapan juga melindungi rumah Fatchy dari genangan air saat musim hujan.
Padahal curah hujan di kediaman Fatchy di Jakarta Selatan mencapai 2.000-3000
mm/tahun. Jumlah itu lebih tinggi ketimbang Jakarta bagian utara yang hanya 1.500-2.000
mm/tahun. "Bagian hujan berhenti, genangan air langsung hilang,"
katanya.
Curah
hujan lebih di Jakarta Selatan menjadi ancaman bagi Jakarta Selatan menjadi
ancaman bagi Jakarta
bagian utara yang merupakan dataran rendah. Luas dataran rendah di Jakarta mencapai 24.000 ha
atau 40% dari seluruh wilayah DKI Jakarta. Bahkan, beberapa daerah berada 1m di
bawah muka air pasang maksimum.
Karena itu
air hujan yang berlimpah di bagian selatan mesti "ditahan" agar tidak
mengalir ke utara yang lebih rendah. Salah satunya dengan membuat sumur resapan
sebanyak mungkin agar sungai tidak menanggung beban aliran air yang berlimpah
saat hujan. Itu sebabnya Fatchy getol mengajak warga sekitar membangun sumur
resapan. Ia membuat 3 sumur di bawah koridor jalan yang membagi ruas jalan
utama di depan rumahnya. "jadi air hujan itu tidak saya alirkan ke got,
tapi ke dalam sumur", kata pria yang berprofesi sebagai konsultan geologi
tambang itu.
Fatchy
juga membuat sumur resapan untuk setiap rumah dan beberapa titik di kawasan
townhouse yang ia bangun di kawasan Ciputat, Jakarta Selatan. "Saya ingin
menciptakan kawasan zero run off alias tanpa genangan air hujan
sama sekali", ujar pria yang baru menekuni dunia properti itu. Konsep itu
ternyata berhasil. Sejak dibangun 4 tahun silam, kawasan itu tak pernah
tergenang saat musim hujan.
Mahal
Sayang
sedikit yang mengikuti jejak Fatchy. Tidak mempunyai lahan atau lahannya
digunakan untuk bangunan menjadi alasan. Padahal, sumur bisa ditutup dan di
atasnya digunakan untuk keperluan lain."Yang penting struktur dinding
sumur dan tutupnya kuat untuk menahan bangunan di atasnya, "tambahnya.
Tingginya biaya pembuatan menjadi alasan lain. Maklum, biaya membuat sumur
berukuran 1m x 1m x 2m mencapai Rp. 1,5 juta - Rp. 2 juta. Itu tergolong mahal
untuk golongan ekonomi menengah ke bawah.
Menurut
Sutopo kendala itu bisa disiasati dengan mencari alternatif bahan yang murah.
Contohnya dinding sumur menggunakan bambu yang dianyam membentuk tabung. Cara
lain cukup menggali tanah, lalu lubang diisi dengan kerikil. Dr. Ir. Arie Herlambang
MS, Kepala Bidang Teknologi Pengelolaan Air dan Limbah Cair BPPT, menyarankan
membuat sumur resapan secara kolektif sehingga biaya lebih terjangkau.
Pada sumur
kolektif ukuran sumur resapan disesuaikan dengan curah hujan, jenis tanah, dan
luas kawasan. Jika pada kawasan itu curah hujan 1.000 mm/tahun, untuk
lahan 100m2 perlu sumur berkapasitas 1m3. Jika luas
sebuah pemukiman 1 ha, kapasitas sumur yang diperlukan adalah 100m3.
Volume sumur juga sebaiknya disesuaikan dengan jenis tanah. Bila perpasir, maka
air lebih mudah menyrap ke dalam tanah karena porous. Bila berlempung, air
lebih sulit terserap sehingga perlu sumur lebih besar.
Beberapa pengembang kini mulai membuat danau buatan di
lingkungan perumahan. Cara itu sangat baik karena berperan ganda. Selain
berperan sebagai sumur resapan, juga menjadi sarana rekreasi. Cukup buat sumur
resapan. Air datang, banjir pun hilang.
Sumber: Majalah Trubus 489 - Agustus 2010/XLI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar