Kamis, 30 Mei 2013

Konservasi Terumbu Karang : Cangkok di Kedalaman 5-6 M



Di habitat aslinya, acropora tumbuh 1 cm/bulan. Gara-gara dipotong dengan tang, pertumbuhan melambat jadi 7—10 cm/tahun.


Gambar : Indukan karang di kepulauan Karimun Jawa

Sore itu di dasar laut berkedalaman 5—6 m. Sebuah tang aluminium memotong-motong cabang Acropora kimbeensis. Hasil potongan dibawa ke daratan untuk ditumbuhkan di dalam mangkuk berisi semen. Tujuh bulan kemudian karang siap dipanen. Sebelum ditanam, potongan-potongan karang itu dibersihkan dari lendir dalam bak berukuran 10 m x 1 m x 50 cm. Selanjutnya setiap potongan ditancapkan di dalam mangkuk terbuat dari campuran semen dan pasir dengan perbandingan 1:4. Sebagai perekat dipakai semen. Karang yang akan ditumbuhkan itu didiamkan dalam bak air laut bersalinitas 33 ppt selama 2—3 hari. Selanjutnya mereka diletakkan di mangkuk-mangkuk berisi potongan karang dalam anjang-anjang yang terbuat dari kayu meranti. Agar kuat, tiap mangkuk dilekatkan ke tali senar yang terpasang di kanan kiri baris anjang-anjang. Proses itu belum berakhir. Anjang-anjang lantas dipindahkan ke laut dan diletakkan dalam meja persegi panjang berpondasi beton. Selama 30 hari karang-karang itu tampak stres. Itu terlihat dari lapisan kerak atau encrusting yang terbentuk setebal 1—2 cm di atas substrat. Namun, dari lapisan kerak itu bermunculan polip-polip yang akan membentuk cabang karang baru. Dalam waktu 7 bulan karang sudah membentuk lebih dari 4 cabang dan siap dipanen. Panen dilakukan dengan cara mengangkat anjang-anjang ke daratan, lalu ditaruh dalam bak 10 m x 1 m x 50 cm. Sebelum dikemas, substrat yang tertutup lumut dan alga digosok. Setelah bersih, dasar substrat diikatkan ke gabus agar mengapung saat dimasukkan ke dalam kantong plastik berisi air hasil aerasi dengan skimmer. Oksigen ditambahkan ke dalam kantong plastik agar karang dapat bertahan hingga 48 jam perjalanan. Setelah itu plastik diikat dan dimasukkan dalam boks berkapasitas 15 kantong yang diberi lubang di kanan-kirinya. Supaya tetap segar, di atas plastik diberi bongkahan es lalu ditutup selembar plastik. Boks styrofoam itu dimasukkan dalam boks karton berlapis plastik. Karang-karang hasil budidaya pun siap dikirim ke negara tujuan.

Berpolip kecil
Itulah proses transplantasi karang yang rutin dilakukan PT Purawisata Baruna, unit koral, Grup Pura, di Pulau Sambangan, Kepulauan Karimunjawa, sejak 2002. Sebanyak 42.000 karang hasil budidaya diekspor ke Eropa (Belanda, Jerman, Perancis, Italia, dan Spanyol), Amerika Serikat, dan Asia (Hongkong, China, Singapura, dan Arab). Jumlah  itu sesuai dengan izin ekspor yang tertuang dalam SK Dirjen PHKA nomor SK 53/IV/IV-KKH/2007 tentang Penetapan Pembagian Kuota Ekspor Tumbuhan dan Satwa Liar 2007.
Bukan tanpa alasan perusahaan yang dikomandoi Jacobus Busono itu giat melakukan transplantasi. “Keragaman karang di sini tak kalah dengan Kepulauan Seribu atau Rajaampat di Papua. Namun, bila terus diambil maka akan punah,” kata Dwi Murtono, ST, pimpinan unit. Adanya transplantasi membuat ketersediaan karang melimpah dan tidak habis meski diekspor. Dampaknya, kehidupan terumbu karang tetap berlangsung harmonis. Yang ditransplantasi adalah jenis small polyp stony (karang batu berpolip kecil, red), seperti genus acropora, montipora, pocillopora, dan hydnopora. “Hampir 90% jenis-jenis itu karena memang pertumbuhannya cepat, terutama yang berbentuk cabang dan foliosa (daun),” kata Dwi. Sisanya jenis large polyp stony yang kebanyakan berbentuk massive (keras) dan submassive. “Masih dalam percobaan,” tambahnya. Itu lantaran bentuk massive dan submassive bulat dan keras bak batu sehingga sulit dipecah. Ditambah lagi pertumbuhannya lambat. “Setahun hitungannya milimeter,” tutur Dwi.
Achantastrea
Tingkat keberhasilan pencangkokan karang jenis-jenis itu mencapai 80%. Keberhasilan itu berkat kerja sama dengan zoocanthellae yang hidup dalam polip karang. “Zooxanthellae membantu penyerapan matahari untuk proses fotosintesis,” ujar Wisnu Widjatmoko, MSc. Menurut lulusan Biologi Karang Universitas Ryukios, Jepang itu matahari dibutuhkan karang sebanyak 95% untuk menghasilkan energi. Dari 80% yang berhasil dicangkok, 20%-nya dikembalikan ke alam—reseeding. Tujuannya untuk pelestarian terumbu karang. Karang yang dilepas ke alam ditaruh di dalam beton berukuran 40 cm x 40 cm. Letaknya berdekatan dengan karang yang tumbuh di alam. Keberhasilan mencangkok bukan berarti tanpa kematian. Sebanyak 20% karang mati gara-gara hama dan sedimentasi yang menyerang saat dipindahkan ke laut. Hama yang kerap mengganggu adalah Achantastrea plantii. Keluarga karang yang memiliki ratusan kaki itu memakan jaringan karang di dekatnya. Achantastrea itu bermunculan ketika bahan organik dan populasi karang padat. “Saat jumlah achantastrea melimpah, dalam sehari semua karang yang ditransplansi mati,” ujar Dwi. Hama lain adalah pinthaster yang berbentuk seperti bola. Ia sama ganasnya dengan achantastrea yang memakan polip karang. Selain jenis karang lain yang menjadi predator, alga pun mengganggu kehidupan karang. Contohnya alga ulfa dan spadina yang muncul setiap Agustus -Oktober. Keduanya menempel di substrat lalu menjalar sampai ke polip. Akibatnya tubuh karang tertutup dan tak dapat menyerap matahari.
Sedimentasi

Peletakkan anjang-anjang yang salah menjadi ancaman serius keberhasilan tranplantasi. Garagara salah pemilihan tempat, PT Purawisata Baruna harus menanggung kematian transplantasi sebanyak 50%. Itu akibat kesalahan meletakkan 20 anjang-anjang. Di kedua tempat itu arus laut kurang sehingga alga yang menjadi makanan karang menjadi sedikit. Selain arus, sedimentasi menjadi ancaman lain ketika salah meletakkan anjang-anjang. Saat upwelling (arus dari dasar laut naik ke atas, red) materi lumpur dan pasir akan terseret ombak. Laut menjadi keruh, materi menutupi polip, dan sinar matahari tidak dapat diserap. Akibatnya biota mati. Kejadian itu pernah menimpa pantai utara Jawa. Dari muara sungai limbah pabrik terbawa ke laut saat banjir. Dalam kondisi itu transplantasi karang akan mengalami kegagalan. Kekeruhan air dapat diukur dengan memakai tutup kaleng yang dicat hitam atau putih. “Warna apa saja bisa asal kontras dengan warna laut,” kata Arif Budiwibowo SPi, kepala operasional PT Purawisata Baruna. Saat tutup kaleng sudah tidak terlihat pada kedalaman 30 cm tandanya air laut keruh. Artinya sinar matahari tidak dapat diserap zooxanthellae karena terhalang oleh materi-materi sedimentasi. Untuk mengatasinya Arif merelokasi anjanganjang ke belakang pulau yang berjarak 200 m dari bibir pantai. Lokasi itu dipilih karena berarus sedang, tidak terlalu deras atau lemah. Arus sedang cocok untuk karang-karang dangkal seperti jenis-jenis yang dibudidayakan perusahaan yang berpusat di Jepara itu. Tak hanya itu saja, lokasi harus datar agar anjanganjang kuat saat diterjang arus. Hal lain, tempat anjang-anjang harus terhindar dari terjangan angin barat atau timur.

Dalam akurium
Proses transplantasi dapat juga dilakukan dalam akuarium. Seperti uji coba yang dilakukan Dr Unggul Aktani dan Center for Coastal and Marine Resources Studies Institut Pertanian Bogor pada 2004. Saat itu 5 cabang A. yongei dilekatkan dalam substrat campuran pasir dan semen, kemudian ditata dalam anjang-anjang. Anjanganjang tidak perlu dibawa ke laut, melainkan tetap dalam akuarium. “Yang terpenting kualitas air,” ujar Unggul. Agar sesuai dengan kondisi di laut, air yang dipakai
bersalinitas 30—34 ppt. Ketika salinitas naik lantaran terjadi penguapan, air dalam akuraium perlu ditambah air tawar. “Sampai nilainya kembali normal,” tambahnya. Untuk mengukur salinitas dipakai salinometer. Selain kualitas air, ketersediaan pakan artemia dan udang kecil menentukan keberhasilan pertumbuhan karang. Pakan itu diberi setiap hari. Sisa pakan dan kotoran diatasi dengan filter mekanis memakai spon. “Kotoran akan tersedot secara otomatis. Namun, filter secara rutin harus dibersihkan,” tutur alumnus Ekologi Terumbu Karang Universitas Bremen Jerman itu. Serangkaian perlakukan itu meningkatkan keberhasilan transplantasi dalam akuarium mencapai 70%. Sisanya, 30%, mati. Penyebabnya kualitas air dan perubahan suhu yang tajam. Di Bogor—tempat percobaan—suhu malam hari turun. Suhu akuarium pun ikut turun menjadi 24°C. Perlakuan serupa juga diterapkan Daniel Knop, akuaris asal Jerman. Beragam jenis acropora ditransplantasinya dalam akuarium. Hasilnya dipakai sebagai ornamen akuarium laut. Itulah beragam cara transplantasi. Hasil transplantasi, selain dikembalikan ke alam sebagai wujud pelestarian terumbu karang juga dapat di ekspor ke mancanegara. 

Sumber :  TRUBUS GOLD EDITION - II

Tidak ada komentar:

Posting Komentar